Lokasi Pengunjung Blog

Showing posts with label yuk main saxophone. Show all posts
Showing posts with label yuk main saxophone. Show all posts

Saturday, August 22, 2009

JANGAN DITIRU...


Saxophone, umumnya mempunyai 3 bagian yaitu: neck, body dan bell. Bagian body dan bell sudah saling terkait menjadi satu dan tak bisa dilepas, sementara bagian neck bisa dibongkar pasang alias bisa dipasang dan dilepas lagi dari body. (Neck adalah bagian dimana mouthpiece berada).

Nah, karena neck atau leher saxophone itu bisa copot (dari body), maka "dilarang keras" membawa atau menenteng saxophone dengan hanya memegang bagian neck atau lehernya itu saja. Resikonya adalah: neck bisa terlepas dari body dan jatuh dan peyok dan berantakanlah saxophone kita.

Jadi cara paling aman membawa saxophone adalah dengan memegang bagian body atau bagian bell. Sekali lagi, untuk alasan apapun, jangan pernah membawa atau menenteng atau mengangkat saxophone pada bagian lehernya.

Gambar di sebelah ini meskipun hanya untuk aksi berfoto, tapi jangan ditiru!

Gitu deh...

Wednesday, August 19, 2009

JEMBATAN KELEDAI


Dulu, di sekolah, banyak guru yang kadang memberikan cara-cara untuk memudahkan kita mengingat, atau kiat-kiat menghapal. Saya masih ingat bahwa “cara mengingat” itu kerap di sebut sebagai “jembatan keledai”. Seperti misalnya untuk mengingat secara berurutan ke tujuh warna warni pelangi, kita bisa menggunakan kata singkatan: mejikuhibiniu (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu). Atau misalnya untuk memecahkan soal perkalian seperti ini:
11 x 11 = 121
21 x 11 = 231
12 x 11 = 132
34 x 11 = 374
36 x 11 = 396
63 x 11 = 693
dst.
Soal perkalian seperti diatas dapat dengan mudah kita selesaikan dengan menggunakan “jembatan keledai” alias jembatan pengingat, yaitu: dua angka yang dikalikan sebelas, hasilnya sama dengan bilangan kedua angka itu yang mengapit jumlah kedua angka. Jadi misalnya 21 dikalikan 11, hasilnya adalah 231.

Dan asal mula ungkapan "jembatan keledai" ini, menurut Papi Ray di majalah elektronik Papyrus, diambil dari bahasa Belanda: ezelbrug atau ezelbruggetje. Ezel - keledai, kuldi, brug / bruggetje - jembatan / jembatan kecil. Konon kata ini diambil dari ungkapan bhs Latin yang sudah biasa dipakai di jaman pertengahan.

Pons Asinorum (jembatan para keledai) dinamakan demikian, karena menurut pengamatan, agar keledai dapat sampai ke tempat seberang dia hanya memerlukan blabag atau batang kayu yang kecil, dan dengan jembatan kecil ini dia bisa sampai ke tujuan.
Dalam hal menghafalkan sesuatu, membuat kunci ingatan kepada apa yang harus diingat dapat ditolong dengan membuat "jembatan keledai ini". Istilah Inggris yang sekarang dipakai ialah mnemonic device, sarana untuk mengingat-ingat sesuatu.

Dengan jembatan keledai itu, menghafalkan sesuatu memang menjadi gampang. Tapi yang sulit justru mbikin jembatannya itu lho...

Namun ini ada satu jembatan keledai yang bakal memudahkan kita2 untuk menghapalkan manakala kita bermain saxophone (atau apapun alat musik) pada kunci nada dasar yang berbeda beda, pada nada dasar G, D, A, E dsb.

Cara mengingat perubahan nada dasar tersebut, seperti yang biasa saya praktekkan, adalah sebagai berikut:

Kunci nada dasar “C”, merupakan kunci nada yang “netral”, artinya tanpa tanda kres (#) ataupun tanda mol (b).
Kunci nada dasar “G”, merupakan kunci nada 1 kres. Dan nada yang “kena kres” adalah nada “si” (7).
Kunci nada dasar “D”, merupakan kunci nada 2 kres. Dan nada yang “kena kres” adalah nada “mi” dan nada “si” (atau 3 dan 7 atau mi, si).
Kunci nada dasar “A”, merupakan kunci nada 3 kres. Dan nada yang “kena kres” adalah nada “mi” dan “la” dan “si” (atau 3 dan 6 dan 7 atau mi, la, si).
Kunci nada dasar “E”, merupakan kunci nada 4 kres. Dan nada yang “kena kres” adalah nada “re” dan “mi” dan “la” dan “si” (atau 2 dan 3 dan 6 dan 7 atau re, mi, la, si).
Kunci nada dasar “B”, merupakan kunci nada 5 kres. Dan nada yang “kena kres” adalah nada “re” dan “mi” dan “sol” dan “la” dan “si” (atau 2 dan 3 dan 5 dan 6 dan 7 atau re, mi, sol, la, si).

Sedangkan,
Kunci nada dasar “F”, merupakan kunci nada 1 mol. Dan nada yang “kena mol” adalah nada “fa” (atau 4).
Kunci nada dasar “Bes”, merupakan kunci nada 2 mol. Dan nada yang “kena mol” adalah nada “do” dan “fa” (atau 1 dan 4 atau do, fa ).
Kunci nada dasar “Es”, merupakan kunci nada 3 mol. Dan nada yang “kena mol” adalah nada “do” dan “fa” dan “sol” (atau 1 dan 4 dan sol atau do, fa, sol ).

Begitu seterusnya (silahkan cari sendiri kelanjutannya, untuk nada dasar Fis dan Cis).

Gampang khan…

Tuesday, June 2, 2009

LIST OF GREAT SAX PLAYERS TO LISTEN TO






Di bawah ini adalah daftar nama para pemain saxophone yang patut kita dengarkan, Daftar dibuat oleh M I K E ' S A X P A G E .

Soprano Sax:
Bob Berg;Sidney Bichet;Michael Brecker;Nick Brignola;Ed Calle;John Coltrane;Bill Evans;Kenny Garrett;Antonio Hart;Budd Johnson;David Liebman;Rick Margitza;Eric Marienthal;Bob Mintzer;Chris Potter;Joshua Redman;David Sanchez;Grover Washington Jr.

Alto Sax:
Cannonball Adderley;Gary Bartz;Arthur Blythe;Benny Carter;Richie Cole;Ornette Coleman;Steve Coleman;Paquito D'Rivera;Paul Desmond;Eric Dolphy;Bill Easley;Johnny Hodges;Antonio Hart;Vincent Herring;Kenny Garrett;Bunky Green;Dan Higgins;Oliver Lake;Jackie Mclean;Eric Marienthal;Branford Marsalis;Roscoe Mitchell;James Moody;
Lanny Morgan;Frank Morgan;Dick Oates;Greg Osby;Charlie Parker;Art Pepper;Chris Potter;Joshua Redman;Marshall Royal;David Sanborn;Bud Shank;Zoot Sims;Steve Slagle;
Jim Snidero;Dick Spencer;Sonny Stitt;Norris Turney;Ernie Watts;Frank Wess;Steve Wilson;Phil Woods.

Tenor sax:
Eric Alexander;Gene Ammons;Bob Berg;Jerry Bergonzi;Michael Brecker;Ed Calle;Frank Catalano;Al Cohn;John Coltrane;Jay Corre;Bill Easley;Bill Evans;Joe Farell;Frank Foster;Stan Getz;Paul Gonzalves;Dexter Gordon;Johnny Griffin;Steve Grossman;Chris Handy;John Handy;Coleman Hawkins;Joe Henderson;Illinois Jacquet;Budd Johnson;Roland Kirk;Yusef Lateef;David Liebman;Joe Lovano;Rick Margitza;Branford Marsalis;Don Menza;Billy Mitchell;Hank Mobley;James Moody;Ralph Moore;David Murray;Rich
Perry;Chris Potter;Joshua Redman;Sonny Rollins;David Sanchez;Bob Sheppard;Zoot Sims;Sonny Stitt;John Stubblefield;Stanley Turrentine;Lew Tabackin;Grover Washington Jr.;Ernie Watts;Ben Webster;Frank Wess;Todd Williams;Lester Young.

Baritone sax:
Pepper Adams;Hamiet Bluiett;Nick Brignola;Ronnie Cuber;Harry Carney;Serge Chaloff;Gerry Mulligan;Bill Perkins;Sahib Shehab;Gary Smulyan;John Stubblefield;Joe Temperley.

Saturday, May 16, 2009

SEPUTAR SUARA SAXOPHONE

Ada banyak istilah digunakan untuk menggambarkan bagaimana sebuah saxophone bersuara. Dalam bahasa asing kita mengenal kata2 seperti: bright, light, edgy, thin, clear, warm, focussed ataupun dark, heavy, cold, fat, unfocussed , dll.

Dalam bahasa Indonesia kerap kita mendengar istilah di seputar suara saxophone itu antara lain: ngebas, nyempreng, enteng, berat, sember, dalam, lebar, tajam, menyebar, bergema, kering, mendem, lirih, keras, mantap dll.

Uniknya, kita tidak pernah memperkarakan atau mempertanyakan bagaimana sih difinisi suara ngebas, atau sember, atau kering, mendem, tajam dan sebagainya itu. Ya, tanpa definisipun kita sudah bisa memahami kira2 apa maksudnya.

Lebih sederhananya lagi kita mengenal suara saxophone itu hanya sebagai enak dan tidak enak atau bagus dan tidak bagus saja. Lha bisanya suara saxophone jadi enak, itu sangat tergantung pada siapa dong peniupnya. Kualitas tiupan seorang "new comer" tentu berbeda dengan mutu tiupan seorang saxophonis berpengalaman. Di tangan, ee…, dimulut seorang "pemain lama", suara saxophone akan terdengar …., asyik2 aja.

Jadi bolehlah kita bilang bahwa enak tidaknya suara saxophone ditentukan oleh faktor: 80% si peniup, kemudian 15% kombinasi antara Mouthpiece dan Reed, baru kemudian sisanya sebesar 5% oleh alatnya atau saxophone nya itu.

Gitu deh…

Friday, May 1, 2009

Belajar saxophone..., enak


Belajar saxophone sambil diiringi orgen...., wih, enak tenan. Tiga lagu sudah dilahap, tanpa terasa.

Mau?

Sunday, April 26, 2009

Do re mi ...


Luar biasa… Bayangkan, hanya dari sedikitnya 7 untaian nada do re mi fa sol la dan si, sudah bisa tercipta jutaan komposisi dan lagu di dunia.

Ya, not angka 1,2,3,4,5,6,7, atau not do re mi fa sol la si tersebut memang luar biasa dan sangat memudahkan bagi penyanyi untuk mempelajari sebuah lagu.

Dan omong2, belajar bermain saxophone sama atau kagak ya dengan belajar menyanyi? Ah, anggap saja sama gitu deh…

Jadi, belajar saxophone pakai not angka, pakai do re mi…, ngapa tidak?

Friday, April 24, 2009

Lagu Kebangsaan

Bagi seorang gento (generasi de Britto) misalnya, lagu Mars de Britto merupakan lagu kebangsaan dan terdengar lebih merdu ketimbang lagu apapun. Juga wajib dibawakan dalam sikap sempurna, yakni berdiri tegak, satu tangan menyilang di dada, satu yang lain lurus di samping badan. Harus begitu, tidak boleh tidak! Bayangkan kalau menyanyi lagu kebangsaan itu sambil kedua tangan kita ketowal-ketawil dan pinggul bergoyang ala gento alias goyang maju en mundur doang. Lha kan menggelikan. Orang pikir ini gento lagi nyanyi atau lagi senam pagi?

Ya, memang sih menurut sifatnya lagu kebangsaan adalah lagu yang khusus dikarang dengan komposisi, lirik yang anggun, dan instrumentasi pilihan untuk membangkitkan emosi tertentu, misalnya patriotisme (Indonesia), kebanggaan bangsa dan negara (USA home of the brave), dan potensi suatu negeri (Aus Advance Australia Fair) dsb.

Dan kita sebagai penggemar dan peniup saxophone, musti punya juga “lagu kebangsaan”, yakni satu judul lagu yang sungguh2 kita sukai, kita hafal dan bisa kita mainkan dengan baik dan benar, dengan serius, dimana saja, kapan saja…

Kalau saat ini teman2 belum punya lagu kebangsaan, silahkan mulai dipilih, lagu apa yang kiranya cocok. Mau lagu barat atau lagu lokal, lagu jadul atau lagu baru, terserah saja. Saya sih paling suka memainkan lagu “My Way”. Ya, My Way itulah lagu kebangsaan saya.

Pilihan lagu masih banyak, di antaranya: Over the Rainbow, Dany Boy, The Wonderful World, The Way We Were, Killing Me Softly, Love Letter in The Sand, If, The Girl From Ipanema, Yesterday, Misty, dll. Atau lagu2 Indonesia seperti: Aryati, Juwita Malam, Bunga Anggrek, dsb. Wis tho, pilih saja sendiri. Dan kalau sudah punya lagu favorit tapi belum tahu bagaimana notnya, silahkan kabari saya. Ntar kita bikinkan notasinya. Gitu aja kok repot...

Piye Jal?

Tuesday, April 14, 2009

Semua Key Harus Okay...


Membuat key saxophone itu tidak gampang. Bagian2 nya banyak betul dan semua itu kemudian harus disatukan, dipatri dsb. Wis jan..., ternyata memainkan saxophone lebih mudah ketimbang membuatnya.

Gitu deh...

Lapis Perak, Lapis Emas..., warna warni saxophone

Sudah biasa kita melihat saxophone berwarna putih perak ataupun kuning emas. Tidak hanya itu, bahkan ada juga yang merah, hijau, hitam, putih dsb., pokoknya warna warni deh. Namun aneka warna itu hanyalah lapis luarnya saja. Warna dasarnya pastilah kuning, karena saxophone memang terbuat dari bahan kuningan.

Pelapis aneka rupa itu gunanya untuk melindungi bahan kuningan atau brass itu dari karat, dari oksidasi. Dan sudah tentu juga dimaksudkan agar saxophone jadi terlihat lebih keren, gitu loh…

Tapi mana sih yang lebih baik, warna perak atau emas? Saya bilang semua warna itu baik. Ini sekedar soal selera kok, kita suka warna apa, suka yang mana. Lha kalau menyangkut soal apakah perbedaan warna itu mempengaruhi juga “warna” suara saxophone, saya sih cenderung bilang tidak. Yang berpengaruh terhadap warna suara bukanlah warna atau kelir saxophone itu melainkan…., terutama keadaan “jerohan” piranti tiupnya alias MP dan reed nya.

Gitu deh…

Sunday, April 5, 2009

Belgium and France…


Si Charlie gug gug ini sedang mengendus jejak sejarah, darimana sih saxophone itu berasal. Oo…, ternyata dari Belgia lalu dikembangkan di Perancis.

Gitu deh...

Friday, March 27, 2009

Daftar Pabrik Saxophone Jaman Dulu



Inilah daftar nama beberapa para pembuat saxophone di masa lalu yang bisa kita catat. Di luar daftar ini barangkali saja masih ada. Kalau ada yang mengetahuinya, silahkan menambahkannya ke dalam daftar.

Beberapa produk saxophone buatan mereka saat ini ada (ataupun pernah ada) dalam koleksi kita (dan semuanya saya dapatkan di Indonesia), di antaranya merek2:
Adolphe Sax, Buffet Crampon, Rampone, Hawkes, Gras. J., Conn C.G., Dolnet, Kessel Matthias J.H., Couesnon, Henri Selmer, Buescher, Romeo Orsi, Leblanc, Holton, Keilwerth, King Instrument, Amati, Boosey & Hawkes.

Tambahan lain adalah merek: Stentor, SML, Hammerschmidt (Ah, susah amat nulisnya...)

Gitu deh...

Wednesday, March 25, 2009

Antara Bas Clarinet, Flute dan Saxophone


Segera setelah sistem pengaturan nada yang lebih baik ditemukan dan diterapkan oleh T.Boehm pada flute (dikenal dengan sebutan Boehm System), maka alat musik tiup lain yang sejenis, menirunya. Tak terkecuali Bas Clarinet seperti nampak pada gambar ini.

Sebelah kiri adalah bas clarinet model kuno, sedang yang kanan bas clarinet dengan pengatur nada ala Boehm. Yang kuno bentuknya aneh dan lucu, meliuk liuk persis keris pusaka sultan Jogja. Bas Clarinet kuno itu terpaksa dibuat meliuk seperti itu agar jari2 si pemain tetap dapat meraih lubang nada yang cuma berupa liang2 kecil di bagian bodi. Untuk bas clarinet yang "moderen" bodinya cukup lurus saja. Hanya bagian leher dan corong yang perlu ditekuk supaya tidak kelewat panjang.

Di kemudian waktu, bas clarinet inilah yang menginspirasi Adolphe Sax untuk menciptakan sebuah alat musik tiup model baru, yakni saxophone. Perbedaan paling nyata antara bas clarinet dengan saxophone adalah pada bentuk bodinya. Bas clarinet memiliki bodi berbentuk silinder (lurus kayak pipa pralon), sementara saxophone bodinya berbentuk kerucut, alias kecil di pangkal dan membesar di ujungnya.

Gitu deh...

Tuesday, March 24, 2009

Suling besar, suling kecil…, semua bisa diatur.


Bagaimana mungkin jari lentik kita bisa mengatur nada di suling segede ini? Suling besar tentunya butuh jari yang besar juga dong, soalnya letak lubang2 pengatur nadanya khan jadi saling berjauhan. Tapi mana bisa jari kita digedein dan dimelarin. Kagak bisa tho…

Maka dari itu orang lalu berpikir, mencari akal bagaimana supaya dengan jari2 tangan kita yang kecil ini kita masih bisa mengendalikan dan mengatur lubang2 nada di alat musik tiup yang berukuran jumbo.

Dari hasil otak atik otak, terciptalah kemudian suling dengan system kendali nada berupa rangkaian tombol2 serta klep2 bertangkai, seperti dapat kita lihat pada suling atau flute masa kini. Dengan adanya rangkaian tombol2 pengendali nada ini, ukuran flute, mau besar mau kecil, tidak lagi jadi persoalan. Semua bisa diatur. Gitu aja kok repot…

Sunday, March 22, 2009

Dulu, jaman sebelum saxophone...


Dulu, jaman sebelum saxophone, alat musik tiup menghadapi kendala amat berat, yaitu bagaimana membuat alat musik tiup yang mampu bersuara rendah dan mudah dimainkan. Memang, untuk memainkan nada rendah diperlukan sebuah alat yang besar dan panjang. Nah, persoalannya, jempol dan jari yang akan mengoperasikan alat itu langsing, pendek, dan tidak bisa melar seenaknya. Jadi, Jaka Sembung makan kedondong, enggak nyambung dong!

Paling-paling kalau ingin membuat alat yang agak besar, alat itu kemudian dilengkungkan seperti busur sehingga tetap dapat diraih oleh tangan. Mau yang lebih besar lagi, sudah tidak berdaya, sudah apa daya tangan tak sampai...

Soal ligature..


Sesuatu yang mengikat reed pada mouthpiece kita kenal dengan nama ligature. Modelnya ada beraneka, ada yang berbentuk ring dengan dua sekrup, atau ring dengan satu sekrup atau malah tanpa pakai sekrup. Bahannya bisa dari metal, kulit, karet dll. Mereknya juga beragam, ada merek ini dan itu. Harganya, ada yang mahal dan ada yang tidak.

Masing2 produsen ligature berupaya mempromosikan produknya, kadang dengan cara2 yang menurut saya agak "nekat". Lho kok nekat? Lha hiya lah, soalnya ada yang bilang kalau ligature buatannya bisa bikin suara saxophone menjadi lebih rounded sound, more brilliant sound, free blowing, easy staccato dsb.

Saya sendiri tidak sependapat dengan pernyataan seperti itu. Menurut saya sejauh pengikat atau ligature itu bisa mengikat dengan ketat reed pada mouthpiece, itu sudah cukup. Dengan kata lain, bahkan tali sepatupun bisa kita fungsikan sebagai ligature...

Itu menurut saya lho. Bagaimana pendapat teman2, adakah pengaruh legature terhadap suara saxophone kita? Piye Jal?

Friday, March 20, 2009

More, more...

Jangan merasa girang dulu saat kita sedang latihan niup saxophone dan tetangga depan rumah nyeletuk: " More, more..."

More, more seperti kata tetangga itu bukan selalu bermakna dia suka dengan tiupan saxophone kita, sehingga minta more, minta nambah. Bisa saja yang dia maksud adalah..., more practise alias permainan kita masih jelek dan masih perlu banyak latihan lagi. Gitu?

Tetap semangat ya, en latihan terus...

Monday, March 16, 2009

YUK, BERMAIN SAXOPHONE

Melihat sosoknya, sepertinya susah untuk dimainkan. Berat dan rumit, serta butuh napas yang panjang. Tapi kesan pertama sering menipu. Bermain saxophone ternyata mudah dan bisa dilakukan sambil cengar-cengir.

Meski termasuk keluarga alat musik tiup kayu, tapi jarang dijumpai saxophone yang terbuat dari kayu. Saxophone dibuat dari kuningan mengingat sifatnya yang mudah dibentuk. Ada banyak macam saxophone, ada yang lurus seperti yang ditiup Kenny G., ada pula yang melengkung kayak yang dimainkan Dave Koz atau almarhum Embong Rahardjo.

Cara memainkan alat ini sederhana saja, modalnya juga cuma do-re-mi. Makanya, dapat dikatakan saxophone lebih mudah dipelajari dan dimainkan dibandingkan dengan alat musik tiup lainnya macam flute, oboe, clarinet, atau fagot.

Aslinya, suara saxophone itu halus dan lembut, sesuai dengan orkestra zaman itu. Namun, berhubung dalam perkembangannya dipakai sebagai pengiring musik dansa yang ingar bingar, mau tak mau saxophone harus ikut berteriak juga agar bisa didengar. Untuk itu lalu dilakukan modifikasi dengan membuat mouthpiece, sumber bunyi pada saxophone, menjadi lebih ramping dan lancip. Hasilnya, suaranya menjadi lebih keras, lebih wah tidak sekedar weh.

Dalam perkembangannya, saxophone kemudian menjadi alat musik utama pada musik jazz. Tokoh-tokoh yang berkecimpung di situ bisa disebut misalnya John Coltrane, Charlie Parker, dan Steve Lacey. Sekarang alat musik tiup ini sudah menjadi bagian dari hampir setiap musik, mulai dari pop sampai dangdut.

Sambil nyengir, oke saja
Berbeda dengan tuts piano yang dapat menjangkau banyak nada, mulai dari do paling rendah hingga do paling tinggi alias beroktaf-oktaf, saxophone hanya mampu menjelajah beberapa oktaf. Makanya, ia pun dibuat dalam berbagai ukuran demi menghasilkan nada selengkap piano. Jadilah saxophone ukuran S, M, L, XL, double X, dan bahkan triple X. Pokoknya, mirip ukuran baju. Namun, pembagiannya bukan seperti itu, lebih merujuk ke jenis suara.

Wilayah nada tinggi diwakili saxophone mini, sedangkan untuk nada rendah menjadi urusan saxophone berukuran panjang dan besar. Total semua macam saxophone ada 14. Semuanya - kalau mau - dapat dimainkan bersama, ada yang kebagian suara sopran, alto, tenor, bariton, bas, maupun kontra bas.

Dari 14 macam itu, yang sering santer disebut adalah saxophone sopran, alto, dan tenor. Yang sopran bentuknya lurus seperti yang dipakai Kenny G. Sedangkan golongan alto bentuknya sedikit melengkung seperti huruf "J". Jenis ini biasa ditiup oleh Dave Koz. Di atas alto ada saxophone tenor, dan biasa disebut saxophone jazz. Yang lebih besar lagi, saxophone bariton. Saking berat dan besarnya, bagian bow atau bell-nya jadi sering rusak.

Sebelum kebingungan dengan istilah di seputar saxophone, ada baiknya kita telanjangi dulu "bodi" saxophone yang seksi itu. Bentuknya mengerucut mirip belalai gajah. Ukurannya mulai dari 1,5 m sampai lebih dari 5 m. Berhubung besar dan panjang, supaya enak dipakai dan tidak kedodoran, maka perlu diringkas. Bagian ujung dan pangkalnya ditekuk sehingga hasilnya mirip cangklong, pipa untuk merokok.

Di sekujur tubuhnya banyak "bopeng". Lho, tidak seksi lagi dong? Ya, mau apalagi, sebab tanpa "bopeng-bopeng" itu saxophone tidak bisa bunyi. "Bopeng" yang berupa lubang menganga itu dipasangi tutup yang bisa dibuka-tutup. Tutup-tutup lubang itu ada yang dirangkai sehingga dapat menutup bersamaan.

Anatomi saxophone dapat disebut mulai dari atas: mouthpiece yang diemut sewaktu memainkannya, neck tempat memasang mouthpiece, main body tempat lubang-lubang tadi berada, bow yang berbentuk mirip huruf "U", dan bell yang mirip tabung dengan ujung kayak corong. Pada main body sebelum bow ada kait terbuat dari metal atau plastik tempat ngasonya jempol sehingga diberi nama thumbrest. Beberapa senti di atas thumbrest ada strap ring, tempat cantelan strap neck.

Seperti mimi dan mintuno, begitulah mouthpiece dan reed. Saxophone berbunyi hanya jika mouthpiece ditiup. Mouthpiece ini ceper, mirip paruh bebek cerewet, Donal. Bahannya bisa kayu, metal, atau ebonit. Sedang reed terbuat dari bahan rotan yang diiris tipis, ditempelkan di sisi bawah mouthpiece dan diikat kencang dengan ligature. Besar kecil mouthpiece mengikuti ukuran saxophone. Jika kecil, kita masih bisa meniupnya di sudut bibir sehingga masih dapat bersaxophone sambil nyengir. Kalau saxophone nya gede, mouthpiecenya bisa segemuk pisang ambon. Ampun dehl

SATU LUBANG SATU TUTUP
Untuk sampai ke mouthpiece dan reed yang bermacam-macam itu perlu ratusan tahun. Sebelum ada saxophone, alat musik tiup menghadapi kendala amat berat, yaitu bagaimana membuat alat musik tiup yang mampu bersuara rendah dan mudah dimainkan. Memang, untuk memainkan nada rendah diperlukan sebuah alat yang besar dan panjang. Nah, persoalannya, jempol dan jari yang akan mengoperasikan alat itu langsing, pendek, dan tidak bisa melar seenaknya. Jadi, Jaka Sembung makan kedondong, enggak nyambung dong!

Ambil contoh suling bambu yang sering dipakai mengiringi Inul Daratista saat ngebor itu. Bambu sekerat yang diberi enam lubang itu bisa memainkan nada do-re-mi karena lubang kecilnya itu ditutup dan dibuka menggunakan jari. Karena letaknya berdekatan, jari-jari kita pun dengan lincah menari-nari sambil menghasilkan tangga nada.
Sayangnya, karena keterbatasan bentuk dan lubang, setiap ganti nada dasar, suling juga harus diganti. Jadilah kita mengenal suling yang besar, agak besar, pendek, dll. Tak hanya suling, tapi juga clarinet, oboe, basoon, dll., merupakan alat musik zaman baheula yang masih berorientasi pada lubang yang sekedarnya. Sekedar ada lubang yang pas dengan jari.

Karena berkutat hanya pada lubang yang sempit, problem bagaimana membuat lubang yang besar tidak terpikirkan. Paling-paling kalau ingin membuat alat yang agak besar, alat itu kemudian dilengkungkan seperti busur sehingga tetap dapat diraih oleh tangan. Mau yang lebih besar lagi, sudah tidak berdaya, sudah apa daya tangan tak sampai.

Ada sih sedikit kemajuan, dengan ditambahkannya lubang serta tangkai-tangkai untuk membuka dan menutup lubang yang berada di luar jangkauan jari. Satu tangkai disiapkan untuk satu lubang tambahan itu. Jempol dan kelingking dilibatkan untuk menanganinya. Nada yang dihasilkan memang bertambah banyak, namun lubang sempit itu masih saja tidak terpikirkan untuk dibesarkan.

Sampai suatu saat ketika suling salin rupa menjadi flute. Seseorang telah membuat lubang berjumlah banyak dan berjejer. Lubang itu besar, sampai besarnya jari tidak dapat menutupinya sehingga perlu tutup khusus. Nah, ujung jari tinggal menekan tutup ini sehingga lubang pun tertutup. Dibuat pula sistem rangkaian yang memungkinkan dua atau tiga tutup bisa menutup dengan hanya menekan satu tutup. Sebuah awal yang bagus, meski belum ada yang mencoba membesarkan alat musik tiup.

Akhirnya, Adolphe Sax dari Belgia mengatasi kebuntuan itu dengan membuat sistem satu lubang satu tutup. Alat itu dipatenkan dan diproduksi massal tahun 1846. Namanya pun di ambil dari namanya sendiri yaitu sax-o-phone.

DITIUP, JANGAN DIEMUT
Tidak seperti yang terlihat, ternyata nyaxophone (main saxophone) cukup mudah. Beda dengan alatnya yang njlimet dan penuh tombol. Benda ini kalau sudah dipegang seolah-olah lekat di tangan, sangat melekat. Kalau sudah begitu, saxophone pun nurut saja. Mau ditiup lirih dia lirih dihembus keras dia lepas suaranya. Tidak ditiup, ya diam saja.

Saxophone dapat pula menjadi penutup bagi mereka yang memiliki suara - maaf - tidak meng-"Indonesian Idol" atau meng-"AFI". Dengan saxophone kita dapat bernyanyi dengan penuh gaya tanpa dituntut untuk keluar suara. Mau gaya ngebor, ngecor, ataupun nyosor, terserah saja.

Karena hanya bermodalkan do-re-mi, maka dari mendengar lagu di teve saja kita sudah dapat menirukannya dengan persis plek. Dengan meniru saja sudah bisa, apalagi kalau paham not angka. Mahir dahl Makanya, bagi yang buta not balok tak perlu minder. Itu bukan halangan buat meniup saxophone dengan benar.

Tak perlu gemetar ataupun gentar memeluk saxophone. Pegang saja bodinya, tangan kiri di sebelah atas, tangan kanan di sebelah bawah. Kedua jempol dikandangkan saja di thumbrest, sedangkan jari lainnya di atas tombol yang sudah disiapkan.

Setelah semua jari ada di tempatnya, mulailah tekan tombol key. Tekan satu-satu mulai telunjuk kiri, berikutnya jari tengah, dan jari manis. Lanjutkan dengan tangan kanan, dari telunjuk dan berakhir di kelingking. Sekarang lepaskan tekanan satu per satu mulai dari bawah ke atas, bolak-balik. Tekan, lepas, tekan, lepas, dan seterusnya. Tuh, ... sudah bisa 'kan?

Saking mudahnya, kita bisa berpantomim dulu dengan membayangkan memegang saxophone kalau sudah kebelet main tapi belum punya. Lalu lantunkan lagu Song Bird atau Havana.
Kalau saxophone sudah di tangan, pelajaran pertama adalah meniup mouthpiece. Tut-tuuuttt ..., begitu kira-kira cara meniupnya. Agar bisa bunyi, mouthpiece harus ditiup, jangan cuma diemut. Posisinya juga jangan sampai terbalik, sebab bibir akan terasa geli. Yang lihat pun ikut-ikutan geli.

Selamat bersaxophone!

DIAJARI GRATIS
Yang mungkin bisa bikin stres justru di mana mendapatkan saxophone. Barangnya susah ditemukan, harganya mahal, gurunya langka, tukang reparasinya tidak kenal, dan segudang susah lainnya. Namun, jangan putus asa. Di Jakarta ada tempat yang khusus mengurusi dan menjadi gudangnya saxophone maupun macam-macam alat musik tiup lainnya. Semua jenis dan semua merek ada, baru maupun bekas. Harganya miring, kondisinya prima, dan terkadang dapat dicicil. Hebatnya lagi, Anda akan diajari sampai bisa dengan biaya nol rupiah!

Tempat yang berlokasi di kawasan Pasar Rebo itu memiliki misi memasyarakatkan saxophone dan menyaxophone kan masyarakat. Targetnya, mencetak 1.000 penggemar dan pemain saxophone baru dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Pada gilirannya nanti akan membentuk klub penggemar dan pemain saxophone, wadah para anggota untuk belajar dan bertukar pengalaman.

Gitu deh…

(Catatan: Ini adalah tulisan lama saya, dan dimuat dalam majalah Intisari, yang saya angkat kembali. Target 1000 penggemar dan pemain itu kini sudah tercapai. Jadi target ditingkatkan menjadi: mencetak 10 ribu penggemar dan pemain saxophone dalam tempo yang sesingkat singkatnya. Piye Jal? Bisa kagak ya?)

Friday, March 13, 2009

Ini Clarinet, bukan Saxophone


Jenis saxophone ada beraneka, ada saxophone bariton, sax tenor, sax alto, sax soprano dsb. Ukurannya juga beragam, ada yang besar dan panjang, ada yang berukuran sedang dan ada juga yang lencir, kurus pendek. Soprano saxophone termasuk jenis yang pendek, cuma seukuran panjang lengan kita dan modelnya lurus saja, tidak bengkok kayak model pipa tembakau (cangklong). Kenny G sangat ahli memainkan saxophone sopran ini.

Karena sax soprano itu bentuknya cuma lurus, awam kadang menyebutnya sebagai clarinet. Ya clarinet memang dikenal sebagai alat musik tiup yang bentuknya lurus. Biasanya juga, body clarinet berwarna hitam, karena dibuat dari kayu hitam Africa, atau disebut juga kayu hitam grenadilla alias mpingo.

Tapi tumben, di foto ini nampak clarinet yang terbuat dari bahan brass atau kuningan, bahan yang sama dengan material pembuat saxophone. Bahan kuningan tersebut kemudian dilapis perak sehingga wajah clarinet metal itu nampak putih berkilau...

Perbedaan yang nyata antara clarinet dan saxophone soprano ada pada bentuk tabung bodinya. Bodi saxophone berbentuk kerucut sementara bodi clarinet berbentuk lurus seperti bentuk bodi flute, kecuali corong atau bellnya yang bermodel seperti corong trumpet.

Gitu deh...

Wednesday, March 4, 2009

Kenny G pakai saxophone model jadul...


Ini tampang Kenny G sedang megang saxophone sopran. Banyak yang mengira bahwa alat musik yang ditiup oleh Kenny G itu adalah clarinet, bukan saxophone, soalnya bentuknya lurus mirip bentuk clarinet, tidak seperti umumnya saxophone yang berbentuk melengkung serupa pipa cangklong.

Ya, saxophone jenis sopran memiliki panjang yang tidak atau belum melebihi panjang lengan kita, sehingga masih bisa ditangani tanpa perlu ditekuk, jadi cukup dimodel lurus saja.

Lha kalau dilihat dari bentuk palm key serta table key nya, saxophone sopran yang dimainkan oleh Kenny G itu tergolong saxophone jadul, saxophone model lama. Mereknya entah apa, yang terang kalau sudah ditiup oleh Kenny G, suaranya wow..., merdu merayu. Gitu deh...

Tuesday, March 3, 2009

Tetap Semangat...


Meskipun lengan berbalut gips, namun selama jari jemari masih bisa digerakkan untuk meraih en mengatur tombol, bermain saxophone jalan terus. Tetap semangat! Gitu deh...