Tentang
Rumah Tiup. Artikel ini ditulis oleh mbak Giatri, Majalah Men’s
Obsession. Edisi 131/ tahun ke 10/ 2014. Terima kasih untuk semuanya.
Judul: RUMAH WINDWOOD TINA
Kecintaannya pada sang suami, membuat Tina Valentine kerap menghadiahkan alat musik yang digandrungi suaminya, saxophone. Lantaran bentuknya yang eksotis dan suara yang dihasilkan begitu seksi, wanita berambut ikal tersebut akhirnya jatuh hati pada alat musik tiup itu. Beberapa saxophone merek ternama menjadi koleksinya seperti Buffet Crampon (Paris), Yanagisawa (Jepang), Julius Keilwerth (Jerman), hingga Selmer (Paris).
-------------
Tina mengaku, ia sempat bertengkar hebat dengan suaminya karena membeli saxophone. “Tahun 1989, harga saxophone sangat mahal. Kala itu harga tanah disini Rp 5 juta (200 m2) sedangkan saxophone Rp 1,25 juta. Akhirnya dijual, ternyata untungnya Rp 250 ribu setara dengan gaji kita sebulan,” bebernya.
Berangkat dari sanalah keduanya berpikir untuk berburu saxophone kemudian dijual. “Dari keuntungannya saya belikan saxophone, lambat laun jumlahnya kian banyak. Ada beberapa yang kita jual, namun yang bernilai collectable kita simpan,” terangnya.
Mereka pun berburu ke berbagai daerah di Indonesia seperti Yogyakarta, Medan, Surabaya, Jawa Tengah, Bandung hingga Bontang. “ Kita kan pernah dijajah Belanda yang notabene negara kaya, waktu dia meninggalkan tanah air, barangnya ditinggal dan salah satunya adalah saxophone. Oleh karena itu saya dan suami begitu giat menggali dimanapun berada,” ungkap Tina semangat.
Hingga saat ini jumlah koleksi Tina lebih dari 250 buah. Salah satunya adalah merek Selmer lansiran Perancis yang merupakan saxophone profesional dan dianggap sebagai model terbaik yang pernah dibuat di dunia, desainnya juga dianggap sebagai model terbagus yang dibuat oleh pabrikan. “Saya beli di Semarang harganya sekitar Rp 35 juta, tapi kalau sekarang sudah laku hingga Rp 100 juta,” Tina berujar.
Tak hanya mengoleksi, Tina juga bisa merestorasi saxophone yang rusak seperti buatan Amerika yang baru saja dibelinya dari Kalimantan. “ Jadi buka satu-satu. Kita bersihkan dan coba hidupkan.”
Soal perawatan terbilang mudah cukup rutin dibersihkan menggunakan lap seminggu sekali. Tapi kalau saxophone-nya usang dan warnanya sudah kehijauan, untuk mengembalikan warnya seperti sedia kala harus dibersihkan menggunakan cairan nitrat. “Saya sendiri yang turun tangan karena kalau orang lain belum tentu bisa caranya, resikonya besar kalau kena kulit bisa melepuh,” jelasnya.
Kecintaannya pada saxophone pada 1998, Tina dan sang suami membidani Rumah Tiup di Jl. H. Taiman Barat I No 71 RT 2/RW 2 Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur (Belakang Rumah Sakit Pasar Rebo). Tak hanya saxophone, Rumah Tiup juga mewadahi para pecinta woodwind lainnya, seperti klarinet, flute hingga sausaphone.
Selain di Pasar Rebo, komunitas Rumah Tiup juga terbentuk di Cibubur dan Yogyakarta. Di cabang Cibubur dikelola oleh anak sulung dari pasangan Tina dan Anton, Didit. Sedangkan cabang Jogja ditangani oleh si bungsu, Ardhaseta Rismayudha. Sungguh merupakan sebuah usaha yang turun temurun digeluti oleh keluarga ini.
Hingga 2014 ini, setidaknya tercata ada sekitar 2.400 anggota komunitas Rumah Tiup yang belajar dari Tina dan Anton. Mereka berasal dari berbagai kalangan: pelajar, mahasiswa, tentara, polisi, pengusaha, dan karyawan. “Bagi anggota komunitas yang berada di luar Jakarta, kami distribusikan materi lagu melalui internet,” ujar Tina.
Komunitas Rumah Tiup memiliki agenda rutin berkumpul pada Jumat, Sabtu, dan Minggu. Selain belajar, mereka juga berbagi kesulitan atau lagu baru.
Rumah Tiup juga menjual alat musik woodwind, diantaranya saxophone, klarinet, flute dan beberapa jenis lainnya. Harga yang ditawarkan untuk alat musik ini sangat menarik. Saxophone yang dulu terhitung mahal, di Rumah Tiup Anda bisa mendapatkan saxophone mulai dari, soprano atau baby sax, alto, tenor, bariton saxophone seharga mulai dari Rp 2,5 juta untuk bekas dan Rp 5 – 8 juta untuk yang baru.
“Tadinya kita jual yang seken, tapi lambat laun yang seken itu berkurang. Kita cari produk lain yang murah meriah, kualitas daan suara bagus. Saya dapat produk merek Maxtone. Kemudian dua tahun ini saya dapet pinjaman dari Bank sehingga saya bisa beli atau import sendiri dari Taiwan dengan nama saya Valentine dan suami saya Antonio,” jawabnya.
Tak hanya itu, bila membeli disini dapat garansi setahun dan diajari gratis sampai bisa! Tina menjamin dalam sebulan bisa menguasai lagu. “Satu bulan itu merupakan pelajaran dasar. Selanjutnya boleh diteruskan kalau mau belajar lagi. Atau kalau mereka merasa sudah cukup, mereka akan belajar sendiri, otodidak,” katanya.
Menurutnya, belajar Saxophone, sebenarnya tidak sulit. Tidak sesulit gitar. Setidaknya, ada tiga tahap untuk mempelajari Saxophone. Pertama dan yang paling dasar adalah belajar membunyikan Saxophone. Posisi dan ketepatan bibir di ujung alat tiup akan menentukan apakah saxophone bisa bunyi atau tidak. Tanpa itu, Saxophone akan sulit berbunyi dan pelajaran selanjutnya akan sulit diteruskan.
Kedua, setelah saxophone bisa berbunyi, tahap yang harus dilalui adalah berlatih membidik nada atau solmisasi melaui pergerakan jari. Biasanya, pemula diajari solmisasi pada nada dasar C, lalu beralih , ke nada dasar lainnya. Dalam empat kali pertemuan, seorang pemula biasanya sudah bisa dengan lancar berpindah ke nada dasar diluar C. Ketiga, belajar beberapa lagu sederhana.
“Kalau kita mengajarinya secara feeling. Jadi kita nggak ngasih not balok seperti di sekolah musik. Kita pakai not angka. Not angka itu khan lebih mudah. Do bunyi do, re bunyi re, sehingga nanti kalau sudah dibiasakan, dia denger lagu di TV akan bisa ngikutin,” paparnya. Kedepan Tina berobsesi ingin membuat pertunjukan musik yang bisa memecahkan rekor MURI yakni 1.000 pemain saxophone jebolan Rumah Tiup bermain dalam satu panggung. “ Memang tidak mudah untuk mewujudkan hal itu karena harus mengumpulkan anak-anaknya, latihan bersama, dan terpenting adalah mencari sponsor yang mau merangkul kita,” ungkapnya.
Judul: RUMAH WINDWOOD TINA
Kecintaannya pada sang suami, membuat Tina Valentine kerap menghadiahkan alat musik yang digandrungi suaminya, saxophone. Lantaran bentuknya yang eksotis dan suara yang dihasilkan begitu seksi, wanita berambut ikal tersebut akhirnya jatuh hati pada alat musik tiup itu. Beberapa saxophone merek ternama menjadi koleksinya seperti Buffet Crampon (Paris), Yanagisawa (Jepang), Julius Keilwerth (Jerman), hingga Selmer (Paris).
-------------
Tina mengaku, ia sempat bertengkar hebat dengan suaminya karena membeli saxophone. “Tahun 1989, harga saxophone sangat mahal. Kala itu harga tanah disini Rp 5 juta (200 m2) sedangkan saxophone Rp 1,25 juta. Akhirnya dijual, ternyata untungnya Rp 250 ribu setara dengan gaji kita sebulan,” bebernya.
Berangkat dari sanalah keduanya berpikir untuk berburu saxophone kemudian dijual. “Dari keuntungannya saya belikan saxophone, lambat laun jumlahnya kian banyak. Ada beberapa yang kita jual, namun yang bernilai collectable kita simpan,” terangnya.
Mereka pun berburu ke berbagai daerah di Indonesia seperti Yogyakarta, Medan, Surabaya, Jawa Tengah, Bandung hingga Bontang. “ Kita kan pernah dijajah Belanda yang notabene negara kaya, waktu dia meninggalkan tanah air, barangnya ditinggal dan salah satunya adalah saxophone. Oleh karena itu saya dan suami begitu giat menggali dimanapun berada,” ungkap Tina semangat.
Hingga saat ini jumlah koleksi Tina lebih dari 250 buah. Salah satunya adalah merek Selmer lansiran Perancis yang merupakan saxophone profesional dan dianggap sebagai model terbaik yang pernah dibuat di dunia, desainnya juga dianggap sebagai model terbagus yang dibuat oleh pabrikan. “Saya beli di Semarang harganya sekitar Rp 35 juta, tapi kalau sekarang sudah laku hingga Rp 100 juta,” Tina berujar.
Tak hanya mengoleksi, Tina juga bisa merestorasi saxophone yang rusak seperti buatan Amerika yang baru saja dibelinya dari Kalimantan. “ Jadi buka satu-satu. Kita bersihkan dan coba hidupkan.”
Soal perawatan terbilang mudah cukup rutin dibersihkan menggunakan lap seminggu sekali. Tapi kalau saxophone-nya usang dan warnanya sudah kehijauan, untuk mengembalikan warnya seperti sedia kala harus dibersihkan menggunakan cairan nitrat. “Saya sendiri yang turun tangan karena kalau orang lain belum tentu bisa caranya, resikonya besar kalau kena kulit bisa melepuh,” jelasnya.
Kecintaannya pada saxophone pada 1998, Tina dan sang suami membidani Rumah Tiup di Jl. H. Taiman Barat I No 71 RT 2/RW 2 Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur (Belakang Rumah Sakit Pasar Rebo). Tak hanya saxophone, Rumah Tiup juga mewadahi para pecinta woodwind lainnya, seperti klarinet, flute hingga sausaphone.
Selain di Pasar Rebo, komunitas Rumah Tiup juga terbentuk di Cibubur dan Yogyakarta. Di cabang Cibubur dikelola oleh anak sulung dari pasangan Tina dan Anton, Didit. Sedangkan cabang Jogja ditangani oleh si bungsu, Ardhaseta Rismayudha. Sungguh merupakan sebuah usaha yang turun temurun digeluti oleh keluarga ini.
Hingga 2014 ini, setidaknya tercata ada sekitar 2.400 anggota komunitas Rumah Tiup yang belajar dari Tina dan Anton. Mereka berasal dari berbagai kalangan: pelajar, mahasiswa, tentara, polisi, pengusaha, dan karyawan. “Bagi anggota komunitas yang berada di luar Jakarta, kami distribusikan materi lagu melalui internet,” ujar Tina.
Komunitas Rumah Tiup memiliki agenda rutin berkumpul pada Jumat, Sabtu, dan Minggu. Selain belajar, mereka juga berbagi kesulitan atau lagu baru.
Rumah Tiup juga menjual alat musik woodwind, diantaranya saxophone, klarinet, flute dan beberapa jenis lainnya. Harga yang ditawarkan untuk alat musik ini sangat menarik. Saxophone yang dulu terhitung mahal, di Rumah Tiup Anda bisa mendapatkan saxophone mulai dari, soprano atau baby sax, alto, tenor, bariton saxophone seharga mulai dari Rp 2,5 juta untuk bekas dan Rp 5 – 8 juta untuk yang baru.
“Tadinya kita jual yang seken, tapi lambat laun yang seken itu berkurang. Kita cari produk lain yang murah meriah, kualitas daan suara bagus. Saya dapat produk merek Maxtone. Kemudian dua tahun ini saya dapet pinjaman dari Bank sehingga saya bisa beli atau import sendiri dari Taiwan dengan nama saya Valentine dan suami saya Antonio,” jawabnya.
Tak hanya itu, bila membeli disini dapat garansi setahun dan diajari gratis sampai bisa! Tina menjamin dalam sebulan bisa menguasai lagu. “Satu bulan itu merupakan pelajaran dasar. Selanjutnya boleh diteruskan kalau mau belajar lagi. Atau kalau mereka merasa sudah cukup, mereka akan belajar sendiri, otodidak,” katanya.
Menurutnya, belajar Saxophone, sebenarnya tidak sulit. Tidak sesulit gitar. Setidaknya, ada tiga tahap untuk mempelajari Saxophone. Pertama dan yang paling dasar adalah belajar membunyikan Saxophone. Posisi dan ketepatan bibir di ujung alat tiup akan menentukan apakah saxophone bisa bunyi atau tidak. Tanpa itu, Saxophone akan sulit berbunyi dan pelajaran selanjutnya akan sulit diteruskan.
Kedua, setelah saxophone bisa berbunyi, tahap yang harus dilalui adalah berlatih membidik nada atau solmisasi melaui pergerakan jari. Biasanya, pemula diajari solmisasi pada nada dasar C, lalu beralih , ke nada dasar lainnya. Dalam empat kali pertemuan, seorang pemula biasanya sudah bisa dengan lancar berpindah ke nada dasar diluar C. Ketiga, belajar beberapa lagu sederhana.
“Kalau kita mengajarinya secara feeling. Jadi kita nggak ngasih not balok seperti di sekolah musik. Kita pakai not angka. Not angka itu khan lebih mudah. Do bunyi do, re bunyi re, sehingga nanti kalau sudah dibiasakan, dia denger lagu di TV akan bisa ngikutin,” paparnya. Kedepan Tina berobsesi ingin membuat pertunjukan musik yang bisa memecahkan rekor MURI yakni 1.000 pemain saxophone jebolan Rumah Tiup bermain dalam satu panggung. “ Memang tidak mudah untuk mewujudkan hal itu karena harus mengumpulkan anak-anaknya, latihan bersama, dan terpenting adalah mencari sponsor yang mau merangkul kita,” ungkapnya.
No comments:
Post a Comment