Lokasi Pengunjung Blog

Thursday, September 25, 2014

Nyaxophone (main saxophone) sambil bersepeda nampaknya kagak mungkin. Tapi ternyata mungkin saja..., caranya lihat sendiri gambarnya. (Gbr dari Google Image)

Tuesday, September 23, 2014

 Perlu ditekuk...


Saking panjangnya, bass clarinet ini perlu ditekuk bagian leher dan corongnya agar tidak klowor-klowor kedodoran. Makin panjang batang, suaranya makin nge-bas..., bas bas bassss....

(Gambar: dari Google Image)

Material saxophone

Material saxophone bisa kuningan, kayu ataupun plastik transparan seperti dalam gambar ini.. Katanya sih suara yang dihasilkan sama saja...

Lha kalau suara sama, meskipun material berbeda, yang penting kepadatannya cukup, lalu apa kira2 yang menjadi pertimbangan Adolphe Sax sehingga beliau memilih bahan kuningan untuk saxophone, alat musik ciptaannya itu?

Boleh jadi pertimbangan utamanya adalah karena bahan kuningan mudah dibentuk, cukup awet, tidak mudah pecah ataupun patah dan kalau rusak, penyok atau copot patriannya gampang diperbaiki...

Begitulah kira2....

Naked Sax...

Naked Sax...

Beginilah rupa saxophone saat "telanjang". Terlihat bodinya yang menggembung dan bolong-bolong...

SAXOPHONES masa kini



SAXOPHONES masa kini (Valentine, Antonio dsb)..., murah, bermutu, enak ditiup dan merdu.

Bisa dibilang kini saxophone sudah menemukan bentuk standarnya. Artinya modelnya nyaris seragam antara merek yang satu dengan yang lainnya, tidak urusan saxophone itu bikinan Eropa, Amerika atau Asia. Model neck, body, bow, bell, tone hole, key, guard dll., sudah sama. Tidak hanya itu, mutunya juga bagus. Konstruksinya kokoh, materialnya kuat, finishingnya rapi dan enak dipakainya. Hal ini patut dipercaya. Mengapa? Mengingat di jaman tehnologi moderen seperti sekarang ini, apa sih yang tidak bisa dibikin bagus dan sempurna? ‘Tul nggak?

Penerapan tehnologi moderen dalam memproduksi saxophone itu, selain membawa kepada kesempurnaan pastilah juga berefek terhadap effisiensi. Ongkos produksi dapat ditekan melalui unsur fixed cost maupun variable cost nya. Dan sebagai dampak positipnya, kita jugalah yang kemudian kebagian asyik serta enaknya. Sekarang kita bisa memiliki saxophone baru, bermutu, dengan harga yang “bersahabat”.

Dan beberapa waktu lalu di Asia, China dan Taiwan, muncul produsen2 alat musik tiup. Mereka memproduksi alat musik tiup termasuk saxophone. Kemunculan mereka sungguh saya syukuri, karena sekarang saya bisa “mendapatkan/mendatangkan” saxophone yang baru, yang berkualitas, yang harganya murah, dan dalam jumlah yang tak terbatas. Kesemuanya itu mendukung dan memberi harapan besar bagi saya akan terwujudnya cita2 ingin memasyarakatkan saxophone di Indonesia, ingin mencetak tidak hanya seribu, berpuluh ribu pemain dan penggemar saxophone.

Memasyarakatkan saxophone di Indonesia itu saya anggap penting. Mengapa? Karena bermusik itu baik, karena saxophone itu alat musik yang baik, dia sangat ekspresif, bisa lembut, bisa romantis, bisa menghibur, mungil tidak makan tempat, irit tidak makan listrik, dsb, dst, dll.

Wis tho, pokoke…, saxophone agawe rukun

Friday, September 12, 2014

Dari Bass Clarinet ke Saxophone...

Begitu saxophone besar berhasil dibuat oleh Adolphe Sax, segera ukuran yang lebih besar dan yang lebih kecil dibuatnya juga. Dan meskipun berbeda ukuran, tapi cara memainkannya sama saja. Ukuran besar dan kecil membedakan wilayah nada yang dihasilkan, nge-bas atau melengking. Ada aneka jenis saxophone, dari yang kecil, sopran, kemudian alto, tenor dan yang besar bariton. Lebih gede lagi, bass.


Wis ngono wae...

Kisah dibalik penemuan Saxophone

Mana yang lebih indah suaranya : klarinet kuningan atau klarinet kayu? Tentu banyak diantara kita yang mengira bahwa klarinet kuningan lah jang lebih unggul. Tetapi tidak demikian pendapat Adolphe Sax pada 170 tahun silam.

 “Pada alat musik-tiup tinggi rendahnya nada ditentukan oleh panjangnya kolom udara yang bergetar dalam bejana atau tabung instrumen itu. Bahan darimana tabung itu dibuat samasekali tidak mempengaruhi nada suara”. Begitulah asas pertama yang mendasari penemuan Sax. Suatu asas jang memancing ketidakpercayaan banyak orang.

Untuk membuktikan thesisnya itu ia membangun sebuah klarinet kuningan. Suaranya samasekali tidak berbeda dari klarinet kayu jang biasa digunakan waktu itu. Jadi bahan dasar dari tabung itu tidak menjadi soal, asal ukuran2nya sama. Selain itu dengan percobaan ini ia juga membuktikan bahwa peranan bahan pada alat tiup tidak sama dengan pada instrumen gesek. Pada biola misalnya, rongga badannya merupakan basis suara atau ruang resonansi yang memperbesar getaran tali2nya, sementara pada alat tiup bahan dasar tidak mempengaruhi warna suara.

Pertimbangan2 ini membawa Adolphe Sax kepada asas yang kedua. “Supaya kolom udara dalam tabung itu bergetar dengan bebas, maka pada instrumen tiup tabung itu semakin mendekati ujung haruslah semakin besar. Demikian juga mengenai lubang2 nadanya.

Kalau flute dan klarinet dimana2 pada tubuhnya sama besar, maka pada penampang tabung saxofon, pada bagian mulut hanya sebesar kurang lebih 2 milimeter dan kearah corong makin membesar hingga 10 kali lipat. Ini memberikan bentuk yang khas: bodi yang mengerucut, makin ke ujung makin menggembung. Tidak hanya itu, bentuk saxophone yang mengerucut dan juga bahan dasarnya yang kuningan membuat saxophone gampang dimainkan serta gampang dibuat dalam aneka ukuran, karena bahan kuningan sangat mudah dibentuk dan ditekuk-tekuk...

Adolphe Sax berumur 28 tahun ketika ia menemukan alat musik saxophone. Dan karena nama Saxophone itu diambil dari nama orang, maka menurut saya tidak bisa kemudian diterjemahkan dan ditulis sebagai saksopon..., harus Saxophone atau Saxofon atau Saxopon.

Wis ngono wae....
Kisah penemuan Saxophone...

Secuil gambar ini bisa bercerita tentang hal yang besar, tentang bagaimana dulu orang menghadapi soal ketika ingin membuat alat musik tiup berukuran besar, bernada nge-bas. Semakin nge-bas semakin butuh tabung yang besar dan panjang, sementara kita punya jari jemari tidak bisa melar....

Kala itu pengaturan nada diatur melalui buka-tutup lubang2 pengatur nada yang besarnya cuma pas seujung jari. Sehingga agar jari tetap bisa mengoperasikan, tabung yang panjang itu kemudian ditekuk menjadi serupa busur, atau dilipat menjadi dua, atau diliak liuk serupa keris mpu Gandring.

 Hingga pada akhirnya Adolphe Sax menemukan solusi jitu mengatasi problem alat musik tiup berukuran besar, yakni dengan mekanisme pengaturan nada melalui serangkaian tombol2 pengungkit untuk membuka-tutup lubang nada. Jadilah kemudian bas klarinet yang berleher melengkung, berbodi lurus serta bercorong mekar menengadah.

Dengan sedikit perubahan, bas klarinet itu menjelma menjadi saxophone, tidak lagi berbodi lurus melainkan mengerucut, diikuti dengan lubang2 nada yang makin membesar kearah corong. Dengan bentuk yang "mencorong" ini saxophone tentu saja bisa bersuara lebih keras, lebih waaaahhhh..., tidak lagi sekedar weh.

Wis ngono wae....