Suling bambu seperti yang sering kita lihat dipakai orang untuk mengiringi Dewi Persik kala menyanyi dangdut sembari goyang2 itu bisa kita golongkan sebagai alat musik tiup model jadul alias “primitif”. Ya, suling bambu model begitu, dengan 6 lubang pengatur nada itu sudah dikenal orang sejak jaman baheula…
Namun lain dangdut lain pula musik keroncong. Suling yang dipakai oleh kedua jenis aliran musik itu berbeda. Kalau dangdut, sulingnya suling bambu, maka keroncong menggunakan suling alias flute moderen berbahan metal. Moderen dalam arti tombol2 pengatur nadanya sudah sangat lengkap, sehingga dengan satu alat itu saja segala tangga nada bisa dilayani, tidak perlu gonta ganti suling setiap kali nada dasar berganti. Tidak perlu repot gitu loh…
Untuk sampai pada moderennya itu, flute harus melalui perjalanan panjang. Berangkat dari model semacam suling bambu, dengan 6 lubang nada, kemudian beberapa orang menambahkan dan melengkapi lagi dengan lubang ini dan lubang itu.
Tahun 1670 seseorang menambahkan flute dengan satu kunci nada, sehingga jumlah kunci nada menjadi 7 buah.
Tahun 1722 Quantz menambahkan lagi satu kunci nada, yakni kunci nada C#.
Tahun 1726 ditambahkan lagi oleh Quantz kunci nada yang lain, yaitu nada D#.
Tahun 1760 kunci nada G# dan B-flat, ditambahkan oleh Florio, Gedney, serta Potter,
pembuat flute dari London.
Tahun 1782, J.H. Ribock menambahkan kunci C.
Tahun 1800, tombol kunci B-flat ditemukan.
Tahun 1810, George Miller dari London, mulai membuat flute dari bahan metal. (Sebelumnya flute terbuat dari kayu).
Perkembangan flute tidak berhenti sampai di situ, tapi masih terus berkembang hingga sampai pada apa yang disebut era Boehm.
Dan flute dengan Boehm System itu kemudian menginspirasi terciptanya Saxophone.
Gitu deh…
Lokasi Pengunjung Blog
Thursday, September 17, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment