Lokasi Pengunjung Blog

Wednesday, September 29, 2010

DO-RE-MI KALA ITU

Dulu ketika saya SD, pak guru dengan telaten mengajari not do re mi. Selalu, setiap belajar lagu, not angkanya dulu yang dinyanyikan. Murid sekelas beramai ramai menyanyi dengan menyebut not2 angka itu. Setelah tahu bagaimana not lagunya, setelah kita bisa berlagu, baru kemudian lagu itu diberi kata2, dikata katai.

Ada pula ketika itu kegiatan extra kurikuler yaitu drum band. Saya kebagian pegang belira, yaitu alat musik sebangsa gambang, cara mainnya dibopong sembari dipukuli. Alat itu inventaris milik sekolahan, tidak bisa dibawa pulang. Apa boleh buat, dirumah terpaksa latihan pakai alat bantu, yaitu orek2 an gambarnya, gambar belira dikertas.

Belira yang asli tidak bisa dilipat lipat, tapi yang ini bisa. Lha wong cuma gambar dikertas, jadi ya bisa dilipat dan di untel2. Nah, tiap ada kesempatan untelan kertas itu saya buka lebar, digelar, siap latihan, pra pagelaran.

Lantaran yang dipukuli atau yang ditabuh itu bukan benda yang sebenarnya, tapi cuma gambarnya doang, maka bunyinya ya cuma klothak klothek gitu, tidak berbunyi ting tang ting tong sebagaimana belira aslinya. Begitupun hati ini senengnya sudah ngudhubilah.

Demi suksesnya latihan, mulut inilah yang kemudian mewakili bunyi notasinya. Sol mi, re do re do, sol la si do si la sol si..., dst. Lagu "Halo2 Bandung" dibunyikan notnya saja, tanpa kata2, tanpa sesumbar.

Terbiasa dengan cara begitu akhirnya benak ini dapat merekam secara otomatis, notasi solmisasi setiap lagu. Bahkan suara sepatu kuda pun kini terdengarnya bukan lagi duk tik dak tik duk, melainkan do mi sol mi do..., gitu.

Itu semua terjadinya dulu kala, ketika teh manis belum model dibotoli, dan ketika semua ayam masih kampungan belum ada ayam negri; ketika saya masih suka kluyuran nonton panggung hiburan di pasar malam Sekatenan.


Anton Sax

No comments: