AKHIR November 2004, Didiek SSS bersama Della memukau umat Paroki Kedoya dengan tiupan saxophone mereka dalam lima kali Misa menyambut ulang tahun Paroki Kedoya yang ke delapanbelas sekaligus mendukung kegiatan penggalangan dana penjualan simbolik kavling tanah untuk mengembalikan dana titipan yang sebentar lagi jatuh tempo.
Seorang Panitia Perayaan Ulang Tahun Paroki bercerita, “Rumah Didiek sebetulnya lumayan jauh jaraknya dari Paroki kita. Awalnya, kami agak ragu memintanya ambil bagian dalam seluruh Misa Akhir Pekan, mengingat misa pertama pada hari Minggu jatuh pada jam 6:00 pagi. Tetapi, Ketika mengetahui bahwa umat yang hadir pada Misa jam 6:00 pagi pada umumnya adalah lansia, Didiek dengan antusias mengatakan dia bersedia.
Saya mau menghibur mereka, katanya.” Luar biasa! Seorang saxophonist kelas dunia rela bangun pagi-pagi dan menempuh perjalanan lumayan jauh demi mewujudkan kerinduannya menghibur para lansia di paroki kita. Tidak hanya itu, di akhir setiap Misa, Didiek mengetuk hati umat yang hadir dengan pesan tulusnya, “Di setiap pintu keluar gereja, ada dijual CD rekaman yang saya persembahkan kepada Bunda Maria. Hasil dari penjualan CD tersebut saya berikan sebagai persembahan kasih untuk Paroki Kedoya yang sedang menggalang dana. Saya telah memberikan bagian dari talenta yang saya miliki, sekarang, saya ingin mengetuk hati Anda untuk memberikan bagian Anda.”
Seperti apakah perjalanan hidup Didiek SSS, saxophonist kelas dunia yang dengan setia memberikan talentanya bagi Gereja? Ikuti kisahnya di bawah ini.
Perjalanan hidup saya di dunia musik sangat panjang, tidak segampang yang dipikirkan, penuh dengan liku-liku. Saya tidak pernah berpikir bahwa hidup saya akan seperti ini. Dulu saya bercita-cita menjadi musisi yang hebat dan top. Suatu Ketika, saya jatuh sakit dan hampir tidak bisa bangun. Tetapi saya percaya bahwa Tuhan akan menyembuhkan saya. Tuhan menyentuh hati saya, dan saya berjanji dengan sungguh bahwa saya akan memberikan apa yang Tuhan beri. Inilah yang Tuhan berikan kepada saya: kepandaian bermain musik. Saya ingin persembahkan talenta ini kepada Tuhan, tetapi saya tidak tahu bagaimana caranya.
Saya berdoa dan tidak sampai sebulan doa saya dikabulkan. Saya berkenalan dengan seorang pastor di Seminari Wacana Bhakti, lalu mempunyai ide bersama untuk membentuk sebuah orkes. Saya mengajar di sana sampai akhirnya main orkes besama anak-anak seminari dan melayani ke paroki-paroki. Sudah 91 paroki yang pernah kami layani di seluruh Indonesia. Itulah perjalanan karier saya. Tidak semudah yang dibayangkan, penuh dengan liku-liku juga.
Lalu, apa saja pengalaman Didiek selama bermain musik untuk Gereja? Saya mencintai musik liturgi semenjak saya mengajar di seminari. Terus terang saya tidak bisa membantu dengan uang, tetapi dengan karya dan sentuhan musik, saya bisa sumbangkan sesuatu untuk gereja.
Jangan pernah merasa lelah mencintai Tuhan. Cintailah Dia apa adanya. Berkarya apa saja untuk Tuhan. Di mata Tuhan kita semuanya sama. [Ren]
(Diunduh dari Warta Andreas, Media Komunikasi Paroki Kedoya - St. Andreas).
Lokasi Pengunjung Blog
Tuesday, November 18, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment